Maret 28, 2016

Papandayan -- Perjalanan Singkat di antara Hamparan Belerang dan Hutan Mati

Kamis, 24 Maret 2016 pukul 23.00 WIB, setelah mendapat restu orang tua, Saya dengan sahabat saya, Lia beserta pasangan kami masing-masing, Gani dan Eko, serentak pergi ke Kota Garut yang notabene adalah kampung halaman Saya. Bukan untuk berkunjung ke sanak saudara, melainkan untuk mendaki Gunung Papandayan.

Source: Google 2016
 
Ini merupakan pengalaman pertama saya mendaki gunung berketinggian 2665 MDPL itu. Tapi merupakan pengalaman kedua dalam pendakian gunung. So, kalau sebelumnya mendaki harus diseret-seret sama pacar, kali ini lumayan lah bisa mendaki sendiri walaupun lama dan banyak ngeluhnya ^0^

Kami berangkat menggunakan mobil pribadi. Agak manja sih ya... namun ini beralasan karena 2 orang diantara kami harus kembali bekerja di hari Sabtu. Jadi kami hanya punya 1 hari di hari Jumat untuk mendaki dan turun kembali tanpa camping. Ongkos pulang-pergi cukup lumayan menguras jika yang berangkat sedikit. Tapi berhubung kami shared-cost, ongkos bensin, tol dan parkir tidak terlalu menjadi beban.

Namun, jika kalian berjiwa keras dan merupakan backpacker sejati, mungkin bisa ambil Bus jurusan Garut lalu naik angkot dan menumpang mobil bak hingga tiba di Base Camp David, Papandayan. Ada juga yang suka menumpang mobil sayur dari Pasar Cibitung Bekasi, biasanya berangkat jam 00.00 WIB. Tarifnya jauh lebih murah! Mungkin kamu hanya cukup mengeluarkan uang 100K rupiah untuk ongkos pulang pergi dengan cara ini. 

Bagi Lia dan pacarnya Eko, ini adalah kali pertama mereka mendaki gunung, makanya Saya coba membawa mereka ke Papandayan karena waktu pendakian yang singkat, hanya 3 jam, dan juga dekat dengan rumah kami di Bekasi.

Di gerbang awal terdapat petugas yang menagih uang tiket masuk. Kami cukup membayar 10K/orang dan mobil 5K. Perlu diingat jika kalian tidak camping harus beri tahu petugas karena harga masuk orang yang camping dan tidak camping itu berbeda. Setelah uang masuk dibayarkan, petugas akan memberi formulir pendakian yang kemudian harus dilaporkan di Camp David.

Contoh formulir
Pukul 05.00 WIB kami sampai di Base paling awal pendakian Gunung Papandayan, yakni Camp David dan segera melapor ke petugas. Di sini kami dikenakan biaya parkir 30K dan kebersihan 2K. Setelah bersiap-siap sejenak, pendakian pun dimulai. Pada pagi hari, kabut dan asap dari kawah belerang masih sedikit jadi memungkinkan kami untuk berfoto dan menikmati pemandangan kota Garut berlatar Gunung Cikurai di kejauhan. Kira-kira tidak sampai 1 jam kami sudah berada di bibir kawah gunung. Itu pun perjalanan diwarnai dengan aksi selfie dan jalan perlahan-lahan. Sempat juga berkenalan dengan mojang-mojang asal Bandung yang bermaksud sama dengan kami.

Kiri ke kanan: Gani, Liana, Lia, Eko
Jalur pendakian di Gunung Papandayan tidak cukup sulit dan landai. Namun jalur ini memutar mengarah ke Pondok Saladah, tempat biasa para pendaki mendirikan tenda mereka. Maka sesuai info yang kami dapat dari beberapa teman seperjalanan, kami mendaki melalui jalur berbeda yakni jalur trekking langsung ke Hutan Mati untuk menghemat waktu. Benar saja... tingkat kemiringan dan jalan berbatu dengan bongkahan-bongkahan yang besar nan labil, cukup menyulitkan pendakian. Kami butuh waktu sekitar 1 jam hingga tiba di puncak.

Tiba di Hutan Mati, jarum jam sudah menunjuk angka 8, matahari pun sudah bersinar terik, cukup terik untuk membuat kulit terbakar. Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya langsung berlindung di bawah bayangan. Padahal paparan hangat dengan udara dingin adalah kondisi favorit bagi Saya, namun kalau terlalu lama bisa menyebabkan kulit terbakar hebat. Selepas pendakian, kulit pasti perih. Untung sudah siap pasmina ^0^

Panas cyin...
Dari Hutan Mati, perjalanan dilanjutkan melewati bukit terjal untuk sampai di padang Edelweiss. Namun kali ini kami putuskan untuk menghentikan pendakian karena kami semua belum sarapan! Salah persepsi akan warung yang akan kami lewati di perjalanan menyebabkan perut belum diisi. Karena mayoritas warung belum buka di pagi hari dan kami juga lewat jalur pendakian yang tidak biasa. Walau sudah makan roti dan cemilan namun tidak serta-merta membuat tenaga kami terkumpul. Akhirnya kami berjalan ke Pondok Saladah melewati Hutan Mati dengan sisa tenaga karena warung terdekat berada di sana.


50K rupiah untuk mie goreng, telur dan minuman cukup untuk kami berempat melanjutkan perjalanan kembali. Kami memutuskan untuk turun dari gunung karena sudah menjelang tengah hari. Benar saja, waktu menunjukan angka 12 siang tapi kabut sudah turun ditambah asap dari kawah yang mengebu-gebu. Perjalanan turun jauh lebih sulit dibanding mendaki melewati jalur pintas tadi. Saya sempat terpeleset dan mendarat di bokong, DUH!

Sampai di Camp David, kami langung mengincar toilet untuk bersih-bersih. Setelah beristirahat sejenak sambil menikmati suasana yang cukup mistis diakibatkan kabut dan hujan, akhirnya kami pulang setelah melapor kembali ke petugas bahwa kami sudah turun dari gunung.

7 komentar:

  1. Eh waktu aku kesana ngak pake isi form, langsung cusss naik ama guide nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mas Cumi!
      Kapan naiknya mas?
      Aku ke sana april lalu, dan dikenakan wajib lapor.
      Mungkin karena guide-nya sudah kenal Mas Cumi dan percaya makanya dimonggoin naik. Pria mandiri pasti bisa turun gunung lagi donks :p

      Hapus
  2. Saya dulu naik Papandayan pas zaman kuliah di Bandung bareng anak-anak pendaki gunung. Dan ini jadi tempat pelantikan anggota. Seru kalau ingat zaman dulu. Jadi kangen naik gunung.

    BalasHapus
  3. Saya dulu naik Papandayan pas zaman kuliah di Bandung bareng anak-anak pendaki gunung. Dan ini jadi tempat pelantikan anggota. Seru kalau ingat zaman dulu. Jadi kangen naik gunung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo naik gunung lagi :))
      saya juga kangen naik gunung nih. maklum pekerja keras sepi waktu luang hiks :(

      Hapus
  4. Eh, papandayan kereeen juga ya :D walaupun penuh belerang dan pohon-pohon mati, itu yang bikin epic ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba nikmati suasana saat di hutan mati, goretan pohonnya semua unik, pasti ada aura tersendiri yang bisa dinikmati.

      Hapus